Pada zaman dahulu kala, di sebuah desa kecil di daerah Jawa Tengah, hiduplah seorang anak laki-laki bernama Baruklinthing. Ia bukanlah anak biasa, melainkan seorang jelmaan naga. Tubuhnya terlihat kurus, wajahnya sederhana, dan pakaiannya lusuh, sehingga banyak orang menganggapnya sebagai pengemis kecil. Namun, di balik penampilannya, ia menyimpan kekuatan gaib yang besar.
Suatu hari, Baruklinthing berjalan ke sebuah desa yang makmur. Desa itu tengah merayakan pesta besar dengan makanan berlimpah. Aroma masakan yang lezat tercium ke segala arah, membuat perut Baruklinthing yang kelaparan semakin keroncongan. Dengan langkah pelan, ia mendekati keramaian dan meminta sedikit makanan.
“Permisi, bolehkah aku meminta sesuap nasi? Aku lapar sekali,” ucap Baruklinthing dengan suara lembut.
Namun, bukannya iba, orang-orang desa malah menertawakannya. “Lihat! Anak pengemis jelek ini berani meminta makanan di pesta kita!” ejek mereka. Para penduduk bahkan mengusirnya dengan kasar.
Lihat Cerita Rakyat Lainnya hanya di Kabaronlineku.my.id
Hanya seorang nenek tua miskin yang berbelas kasih. Ia diam-diam membawa Baruklinthing ke gubuknya. Di sana, nenek itu menyajikan makanan sederhana berupa singkong rebus. Meski sederhana, Baruklinthing menerimanya dengan penuh syukur.
Setelah makan, Baruklinthing berkata kepada nenek itu,
“Terima kasih, Nek. Aku bukan anak biasa. Sebenarnya aku adalah naga yang sedang menjelma menjadi manusia. Aku ingin menguji hati penduduk desa ini, dan ternyata hanya engkau yang baik hati. Karena itu, dengarkan pesanku baik-baik. Besok, jika kau melihat air keluar dari tanah di tengah desa, cepatlah lari ke atas bukit. Jangan menoleh ke belakang.”
Nenek itu terkejut, tapi ia mengangguk dengan patuh.
Keesokan harinya, Baruklinthing menancapkan sebatang lidi di tanah lapang desa. Ia berkata lantang,
“Wahai penduduk desa, jika kalian benar-benar kuat, coba cabut lidi ini!”

Penduduk desa, yang merasa ditantang, bergantian mencoba mencabut lidi tersebut. Namun, meskipun mereka sudah mengerahkan tenaga, tidak ada satu pun yang berhasil. Akhirnya Baruklinthing sendiri mencabut lidi itu dengan mudah. Seketika, dari lubang kecil tempat lidi ditancapkan, keluarlah air yang memancar deras.
Air itu semakin lama semakin banyak, meluap, dan menenggelamkan seluruh desa. Penduduk berlarian ketakutan, tetapi mereka tak sempat menyelamatkan diri. Desa yang tadinya makmur akhirnya berubah menjadi sebuah danau besar.

Sesuai pesan Baruklinthing, sang nenek tua segera berlari menuju bukit dan selamat. Ia menoleh ke belakang dan melihat seluruh desa sudah tenggelam, hanya menyisakan luasnya air yang berkilauan diterpa cahaya matahari. Danau itulah yang kini dikenal dengan nama Rawa Pening, yang dalam bahasa Jawa berarti rawa yang bening.
Kesimpulan
Legenda Rawa Pening menggambarkan bahwa kebaikan hati mampu membawa keselamatan, sementara kesombongan dan sifat angkuh justru berujung pada kehancuran. Kisah ini menjadi pengingat agar manusia selalu rendah hati, peduli, dan tidak meremehkan orang lain.